Jumat, 14 Oktober 2011

Fiqh Zakat


BAB I
PENDAHULUAN
            أمِنُوبِا الله وَرَسُوْلِهِ وَاَنْفِقُوْا مِمَّا جَعَلَكُمْ مُّسْتَخْلَفِيْنَ فِيْهِ, فَاالَّذِيْنَ امَنُوْمِنْكُمْ وَأَنْفَقُوْالَهُمْ أَجْرٌكَبِيْرٌ. 
Berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah Telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar. (QS. Al-Hadiid ayat 7)
Ayat di atas menegaskan bahwa harta hakikatnya adalah milik Allah. Manusia diberi sebagian dari harta milik Allah  dan dengan tanggungjawab itu manusia diwajibkan  menafkahkan hartanya sesuai ketentuan Allah agar mendapat ketenangan dan pahala (batin).
Salah satu sisi ajaran Islam yang belum ditangani secara serius adalah penanggulangan kemiskinan dengan cara mengoptimalkan pengumpulan dan pendayagunaan zakat, infaq dan shadaqah dalam arti seluas-luasnya. Sebagaimana telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW serta penerusnya di zaman keemasan Islam. Padahal ummat Islam (Indonesia) sebenarnya memiliki potensi dana yang sangat besar.
Yang menjadi problem lain adalah lemahnya pemahaman tentang kewajiban zakat, karena banyak golongan orang yang tetap berpedoman bahwa kekayaan yang wajib dizakati sama dengan zaman Rasulullah SAW, Padahal saat ini kekayaan seseorang tidak hanya diukur dengan kepemilikan hewan piaraan, banyaknya perhiasan, dan sebagainya. Banyak sumber kekayaan seseorang yang tidak dibahas pada zaman rosulullah, padahal potensi dananya terkadang lebih besar.
Dengan semakin berkembangnya pola kegiatan ekonomi maka pemahaman tentang kewajiban zakatpun perlu diperdalam sehingga ruh syariat yang terkandung didalamnya dapat dirasakan tidak bertentangan dengan kemajuan tersebut.
Terdorong dari pemikiran inilah, kami mencoba untuk menuliskan sebuah makalah. Meskipun kami sadar bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari sempurna. Namun demikian kami berharap makalah ini dapat bermanfaat. Koreksi, kritik dan saran sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah yang isinya mengenai pengerian kekayaan, syarat-syarat umum kekayaan yang wajib zakat, serta hikmah ditetapkannya persyaratan kekayaan yang wajib dizakati
BAB II
PEMBAHASAN

Dalam al Quran tidak memberi ketegasan tentang wajib zakat maupun syarat yang harus dipenuhi. Persoalan ini diserahkan kepada sunnah nabi baik dalam bentuk ucapan ataupun perbuatan. Sunnah itulah yang menfsirkan yang masih bersifat umum menerangkan yang masih samar, memperkhusus yang terlalu umum dan memberikan contoh kongkret dalam pelaksanaan serta memberikan prinsip aktual yang diterapkan dalam kehidupan manusia.
A.  PENGERTIAN KEKAYAAN
Secara bahasa, Kekayaan (al Amwal) adalah bentuk dari kata jamak al amwal yang artinya segala sesuatu yang diinginkan sekali oleh manusia menyimpan dan memilikinya. Dalam ensiklopedi arab (al Qamus), kekayaan adalah segala sesuatu yang dimiliki seperti, ternak , emas dan perak.
Menurut ulama’ Mazhab Hanafi, kekayaaan adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan digunakan menurut galibnya. Kekayaan disebut kekayaan jika memenuhi dua syarat, dimiliki dan bisa ambil manfaatnya menurut galibnya. Seperti tanah, binatang dan uang. Konsekuensi definisi adalah bahwa kekayaan berarti hanya yang berwujud benda sehingga dapat dipegang dan dimiliki. Akibatnya manfaat dari benda yang konkret itu seperti penggunaan pakaian, penempatan rumah tidaklah termasuk kekayaan. Namun disebut sebagai hak. Menurut mazhab syafi’i, maliki, dan hambali, manfaat itu termasuk kekayaan. Mereka berpendapat bahwa, manfaat itu dapat dikuasai dengan menguasai tempat dan sumbernya, karena seseorang yang memiliki sebuah mobil, misalnya melarang mempergunakan mobil tersebut tanpa seizin pemiliknya. Begitu pula dengan ahli hukum positif, bagi mereka manfaat itu adalah sebuah kekayaan begitu juga hak-hak.
Secara umum, yang dimaksud dengan kekayaan adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan digunakan menurut galibnya. Hal itu dikarenakan sesuatu yang kongkrit, bukan manfaat, merupakan sesuatu yang bisa dipungut dan disimpan diperbendaharaan Negara serta didistribusikan kepada pihak yang berhak.
Didalam al kasyf al kabir disebutkan bahwa, zakat hanya terrealisasi dengan benda yang berwujud sehingga apabila seorang miskin diberi hak menempati sebuah rumah maka zakat tersebut belumlah terbayar, karena manfaat bukanlah benda yang berwujud.

B.  SYARAT-SYARAT UMUM KEKAYAAN YANG WAJIB ZAKAT
Beberapa syarat umum yang wajib dipenuhi dalam kekayaan wajib zakat, diantaranya sebagai berikut:
1.     Milik penuh
Yang dimaksud dengan kepemilikan penuh ialah hak untuk menguasai dan dapat dipergunakannya, sesuai dalam al mu’zam al wasith disebutkan bahwa, memiliki sesuatu berarti menguasai dan hanya ia yang dapat menggunakannya. Menurut ahli fiqh, kamal bin hummal dalam al fath mengartikan pemilikan itu adalah dapatnya menggunakan sesuatu sebagai haknya, bila tidak terdapat hal-hal yang menghalangi artinya bahwa, hak itu adalah hak pertama, bukan sebagai hak dasar yang melekat pada diri. Sedangka qarafi dalam al furuq mengartikan bahwa kepemilikan sebagai ketentuan hukum yang terdapat dalam benda atau manfaan yang memberikan hak kepada orang yang memiliki, menggunakan, memiliki, mengambil manfaat atau meminta penggantiannya selama tidak terdapat hal-hal yang membolehkan.
Secara umum milik penuh dimaksudkan, bahwa kekayaan itu harus berada dibawah kontrol dan didalam kekuasaannya, kekayaan itu harus berada di tangannya tidak tersangkut didalamnya orang lain, dapat ia pergunakan dan faedahnya dapat dinikmati. Sehingga mereka berpendapat bahwa seorang pedagang tidak wajib zakat, jika barang yang dibelinya belum sampai ditangan. Zakat dikatakan tidak wajib, contohnya pergadaian, jika barang yang digadaikan berada ditangan yang menerima gadai, oleh karena barang tidak berada ditangannya.
2.   Berkembang
Ketentuan tentang kekayaan yang wajib dizakatkan, adalah bahwa, kekayaan itu dikembangkan dengan sengaja dan memiliki potensi untuk berkembang. Arti secara bahasa berkembang adalah sifat kekayaan itu memberikan keuntungan, bunga, sesuai dengan istilah yang dipergunakan oleh ahli perpajakan atau menghasilkan produksi. Menurut ahli fiqh, berkembang (nama’) yang berate bertambah. Menurut pengertian istilah terbagi menjadi dua, pertama, bertambah secara kongkrit, yaitu bertambah akibat pembiakan dan perdagangan atau sejenisnya. Kedua, bertambah tidak secara kongkrit, artinya berpotensi berkembang baik berada ditangannya atau ditangan orang lain atas namanya.
Ibnu humam berpendapat bahwa maksud zakat disyaratkan, lain dengan maksut asli zakat, yaitu: pemberian beban atas kekayaan, adalah penyantunan atas orang-orang miskin sebesar yang tidak akan membuat orang-orang yang bersangkutan jatuh miskin. Maksud dipersyaratkan kekayaan itu berkembang adalah mungkinya kekayaan itu menerima pengembangan dengan memperdagangkan atau membiarkan untuk menghasilkan keuntungan. Apabila kekayaan itu tidak dapat dikembangkan yang disebabkan oleh kekayaan itu sendiri memang tidak mungkin dikembangkan dan kedua, karena kelemahan pemilikny sendiri. Contohnya yaitu, kekayaan yang dirampas orang lain dan ia tidak mempunyai bukti, dan piutang yang tidak mungkin diharapkan kembali. Maka hal demikian tidak wajib untuk mengeluarkan zakat.
Selanjutnya berkaitan dengan subjek zakat yang terbatas, hal iniberdasarkan atsas dua alasan, yaitu: kekayaan kaum muslimin harus dijaga kehormatannya, yang jelas  ditegaskan dalam nash dan hadits. Alasan kedua yaitu, zakat adalah perintah agama yaitu bebas dari segala kewajiban kecuali bila ada nash yang mewajibkannya. Ini didasarkan pada pendapat dari ibnu hamz.
3.   Cukup senisab
Nisab berarti ketentuan atas kekayaan untuk dizakati. Ketentuan bahwa kekayaan yang terkena kewajiban zakat harus sampai  senisab (mencapai batas minimal untuk membayar zakat) yang disepakati oleh para ulama’ kecuali tentang hasil pertanian buah-buahan dan logam mulia. Abu hanifah berpendapat, bahwa banyak atau sedikitnya hasil yang tumbuh dari tanah harus dikeluarkan zakatnya sebesar 10%. Tetapi jumhur ulama’ berpendapat, bahwa nisab merupakan ketentuan yang mewajibkan zakat pada seluruh kekayaan baik yang tumbuh dari tanah atau bukan.
4.   Bebas dari utang
Pemilikan sempurna yang dijadikan persyaratan wajib zakat dan harus dari kebutuhan primer diatas haruslah cukup senisab yang  bebas utang. Artinya, bila pemilik mempunyai utang yang menghabiskan atau mengurangi jumlah senisab itu, maka zakat tidaklah wajib atas kekayaan tersebut. Kecuali bagi sebagian ulama’, terutama tentang kekayaan yang berkaitan dengan kekayaan tunai.
Ibnu rusyd mengatakan bahwa, maksud yang paling jelas menghendaki agar kewajiban zakat digugurkan dari orang-orang yang berhutang. Hal ini dilandaskan pada:
a)     pemilikan seseorang yang berhutang itu lemah dan tidak utuh,
b)     pemilik piutang adalah yang paling tepat terkena kewajiban zakat,
c)     orang yang memiliki utang sebesar atau mengurangi jumlah senisab termasuk seorang yang berhak menerima zakat (miskin).

5.   Berlalu satu tahun
Maksunya adalah bahwa pemilikan yang berada ditangan sang pemilik sudah melewati masa 12 bulan qomariah. Persyaratan ini hanya berlaku untuk ternak, uang, harta benda dagang (zakat modal). Namun hasil pertanian buah-buahan, madu, logam mulia dan harta karun disyaratkan satu dalam satu tahun. Dan hal ini dimasukkan dalam istilah zakat pendapatan.
Hal ini berlandaskan pada, pendapat ibnu rusyd yang menyatakan jumhur ulama’ fiqh yang mempersyaratkan emas, perak, dan ternak wajib zakat setelah setahun. Yang diterapkan oleh empat khalifah sehingga ini telah menjadi ketetapan (tauqif) dalam masyarakat.
Disamping itu terdapat perbedaan pendapat antara para sahabat dan tabiin tetang persyaraatan satu tahun, diantarany: Ibnu mas’ud, abas dan muawiyah berpendapat bahwa, kekayaan sudah wajib zakat bila telah digunakan tanpa persyaratan satu tahun. Berbeda dengan tabiin yang berpendapat bahwa zakat wajib dikeluarkan begitu diperoleh bila sampai senisab tanpa mempersyaratkan satu tahun,
Para ulama’ menegaskan bahwa, zakat kekayaan nominal yaitu ternak, uang, dan harta benda dagang hanya diwajibkan sekali dalam satu tahun. Dan berkenaan dengan kekayaan perolehan (kekayan yang masuk dalam kepemilikan seseorang yang sebelumnya tidak ada), meliputi pendapatan teratur (gaji dan upah, imbalan, keuntungan dan lainnya, wajib zakat bagitu diperoleh jika sampai senisab).
Dalam hal ini, terdapat uraian yang dikemukakan oleh ibnu qudama’ dalam al mughni yang membaginya menjadi tiga golongan. Yaitu:
a)     Jika kekayaan yang diperoleh bersetatus berkembang, maka wajib zakat. Misalnya keuntungan dagang dan hasil perternakan.
b)     jika kekayaan yang diperoleh itu tidak satu jenis dengan kekayaan yang tidak ada padanya, maka ada dua pendapat berkenaan dengan hal tersebut. Menurut jumhur ulama’ kekayaan tersebut wajib dizakati dalam setahun jika telah sampai senisab. Tetapi menurut ibnu mashud, ibnu abbas dan muawiyah zakat wajib begitu perolehan diterima,
c)     Jika kekayaan perolehan itu satu jenis dengan kekayaan yang lain, dan telah senisab dan sampai sampai masanya setahun, maka yang terakhir dikeluarkan akadnya setahun kemudian.
C.  KEKAYAAN YANG TIDAK DIWAJIBKAN UNTUK DIZAKATI

1.     Kekayaan yang tidak mempunyai pemilik
 apabila sesuatu kekayaan yang tidak mempunyai pemilik maka kekayaan tersebut tidak wajib dizakati. Misalnya kekayaan pemerintah yang berasal dari zakat atau pajak atau bersumber dari orang lain maka kekayaan itu tidak ada pajaknya.
2.     Tanah wakaf dan sejenisnya
 hukum wakaf yang diberikan kepada fakir miskin, masjid, pejuang, anak yatim, sekolah, dan sebagainya yaitu bahwa zakat atasnya tidaklah wajib. lain halnya wakaf yang diberikan kepada seorang atau pihak tertentu seperti wakaf untuk anak , cucu, atau keturunan seseorang. Beberapa ahli fiqh mewajibkan zakat atas apapun kekayaan wakaf  baik umum maupun khusus. Namun Ibnu Rusyd berpendapat bahwa tidak ada artinya mewajibkan zakat terhadap orang miskin yang diberi wakaf tanah atau sejenisnya. Oleh karena dalam hal itu terdapat dua hal, diantaranya :
a) pemilikan itu bukanlah kepemilikan sempurna.
b) Wakaf itu diberikan kepada orang-orang yang menerima zakat.
3.     Harta haram tidak wajib zakat
harta milik sebagai syarat wajib zakat membuat kekayaan yang diperoleh dengan cara yang tidak baik dan haram tidak termasuk dalam wajib zakat. Misalnya kekayaan yang diperoleh dari perampasan, pencurian, penipuan, riba, spekulasi dan lain-lain dan yang diperoleh dengan jalan yang tidak benar. Para ulama mengatakan bahwa jikalau suatu kekayaan yang kotor sampai satu nisob maka zakat tidaklah wajib atas kekayaan itu.
4.     Zakat pinjaman
 ibnu hazm meriwayatkan dari aisyah, bahwa pinjaman tidaklah wajib, maksunya adalah zakat tidaklah wajib atas yang memberikan pinjaman maupun yang meminjam.hal itu dikarenkan pemilikan tersebut tidaklah penuh. Tetapi jumhur ahli fiqh berpendapat bahwa pinjaman ada dua macam, yaitu:
a)   pinjaman yang diharapkan kembali, pinjaman yang jelas dari orang yang berkecukupan. Dlam hal ini zakatnya dapat dimajukan dengan kekayaannya yang ada setiap tahun,
b)  pinjaman yang tidak diharapkan lagi, yaitu pinjaman yang berasal dari seseorang yang tidak mengakui hutangnya dan pemilik tidak memiliki bukti apapun. Dalam hal ini terdapat pendapat diantaranya, orang itu harus mengeluarkan zakatnya untuk selama tahun-tahun ditangannya, atau orang tersebut tidak mengeluarkan zakatnya.
5.     Imbalan dan simpanan pegawai
Artinya  jika  hal tersebut merupakan sebuah hadiah maka kedudukannya hanya sebagai kekayaan penuh jika telah sampai ditangannya. Namun jika merupakan sebuah hak penuh pegawai yang dapat dipergunakan secara bebas maka hukumnya sama dengan piutang yang diharapkan  dapat kembali maka menurut Abu Ubaidah  zakatnya wajib dikeluarkan setiap tahun bila jumlahnya telah sampai satu nisob dan memenuhi syarat lain seperti bebas dari hutang dan sebagainya.


D.      ALASAN DAN HIKMAH DITETAPKANNYA PERSYARATAN KEKAYAAN YANG WAJIB DIZAKATI
Alasan dan hikmah ditetapkannya persyaratan kekayaan yang wajib dizakati adalah sebagai berikut:
1.   Milik penuh
Hal ini dikarenakan,
a) dimajemukannya harta kekayaan dengan pemiliknya baik dalam al quran maupun hadits. Yang berarti pemilikan (hanya bisa terjadiapabila dikuasai, berada ditangan dan hanya ia sendiri yang bisa mempergunaannya),
 b) zakat adalah pemberian, pemilikan. Bagaimana mungkin seseorang memberikan pemilikan pada orang lain, jika ia sendiri bukan pemiliknya.
Hikmah ditetapkannya syarat tersebut adalah karna kepemilikan merupakan nikmat yang besar  yang mana manusia dapat mengguanakan, menanam dan mengembangkan kekayaannya sendiri sehingga wajar bila islam mewajibkan pemiliknya berzakat dan mengeluarkan hak kekayaannya.
2.   Berkembang
Hal ini didasarkan pada sabda Rasululloh s.a.w “seorang muslim tidak wajib mengeluarkan zakat dari kuda dan budak”.  Hadits ini menjelaskan bahwa kekayaan untuk pemakaian pribaditidaklah wajib zakat. Dan nabi hanya mewajibkan  atas kekayaan yang berkembang dan diinvestasikan.para ahli fiqh mengkaji bahwa berkembang disini adalah ketika harta tersebut memiliki sifat menghasilkan laba dan memberikan lapangan pekerjaan sekalipun perkembangannya tidak secara alamiah, conontonya yaitu harta hasil pertaniaan atau perdagangan.
Hikmah diterapkannya persyaratan tersebut adalah supaya harta kekayaan yang ada bisa menjadi alat produksi dan kembali berfungsi untuk memberikan keuntungan kepada diri sendiri masyarakat dan ekonomi disekitarnya
3.     Cukup senisab
Hal ini didasarkan pada hadist yang menyatakan bahwa “ dibawah lima kwintal tidak ada zakatnya” dan ini dianalogikan terhadap kekayaan lainnya seperti ternak, uang, barang dagangan. Alasan inilah yang membuat syarat senisob ini menjadi penting untuk diperhatikan.
 Hikmah yang bisa kita dapatkan adalah bahwa zakat merupakan pajak yang dikenakan atas orang kaya untuk bantuan kepada orang miskin dan untuk ikut berpartisipasi  bagi kesejahteraan islam dan kaum muslimin. Oleh karena itu tentulah zakat harus dipetik dari kekayaan yang mampu memikul kewajiban dan menjadi tidak berarti jika apabila orang miskin juga dikenakan pajak sedangkan ia sangat membutuhkan bantuan.
4.     Bebas dari utang
Alasan ini didasarkan pada pendapat yang menyatakan bahwa zakat dalah hak fakir miskin. Sehingga zakat tidak wajib atas kekayaan seseorang yang memiliki utang, oleh karena hak orang yang memberi utang lebih dahulu masanya dari pada hak fakir miskin tersebut.
5.     Berlalu satu tahun
Alsan utama yang menjadi landasan satu tahun adalah pada sebuah hadis marfu’ yang diriwayatkan oleh ibnu umar’, tidak ada zakat atau seatu kekayaan sampai berlalu satu tahun. Hal ini jelas bahwa ketika kekayaan tersebut belum mencapai setahun maka tidaklah wajib baginya untuk mengeluarkan zakat.
Hikmah yang dapat kita ambil adlah kekayaan yang dipersyaratkan wajib zakat setelah satu tahun diharapkan mempunyai potensi untuk berkembang sehingga mampu menhasilkan keuntungan dan bisa diambil zakat dari keuntungannya supaya lebih ringan. Karena zakat sebenarnya diwajibkan untuk tujuan penyantunan
BAB III
KESIMPULAN

Dari makalah yang telah kami paparkan di atas, kami dapatbmenarik beberapa kesimpulan. Di antaranya adalah sebagai berikut ;
1.     Kekayaan adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan digunakan menurut galibnya,
2.     Jika kekayaan yang dimilikinya merupakan milik sendiri (milik sendiri), berkembang, cukup nishab, bebas dari utang, serta berlalu satu tahun, maka kekayaanya tersebut wajib untuk dizakati.
3.     Kekayaan yang berupa tanah wakaf dan sejenisnya, diperoleh dengan cara yang tidak halal, dan kekayaan yang berupa pinjaman, serta merupakan Imbalan atau simpanan pegawai, tidak diwajibkan untuk dizakati,
4.     Kepemilikan merupakan nikmat yang besar  yang mana manusia dapat mengguanakan, menanam dan mengembangkan kekayaannya sendiri,
5.     Harta kekayaan yang dimiliki seseorang diharapkan menjadi alat produksi dan kembali berfungsi untuk memberikan keuntungan kepada diri sendiri, masyarakat dan ekonomi disekitarnya
6.     Zakat merupakan pajak yang dikenakan atas orang kaya untuk bantuan kepada orang miskin dan untuk ikut berpartisipasi  bagi kesejahteraan islam dan kaum muslimin.











Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda