Rabu, 05 Oktober 2011

Makalah Hak Asasi Manusia

BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang Masalah
Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Masalah HAM adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini. HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era reformasi dari pada era sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita hidup tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan orang lain. Jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam usaha perolehan atau pemenuhan HAM pada diri kita sendiri. Dalam hal ini kami merasa tertarik untuk membuat makalah tentang HAM. Maka dengan ini kami mengambil judul “Penegakan Hak Asasi Manusia Secara Umum”.
2.      Identifikasi Masalah
Dalam makalah ini kami mengidentifikasi masalah sebagai berikut:
1.      Pengertian HAM
2.      Perkembangan HAM
3.      HAM dalam tinjauan Islam
4.      Kelembagaan HAM
5.      Contoh-contoh pelanggaran HAM



3.      Batasan Masalah
Agar masalah pembahasan tidak terlalu luas dan lebih terfokus pada masalah dan tujuan dalam hal ini pembuatan makalah ini, maka dengan ini kami membatasi masalah hanya pada ruang lingkup HAM.
4.      Metode Pembahasan
Dalam hal ini kami menggunakan:
1.      Metode deskritif, sebagaimana ditunjukan oleh namanya, pembahasan ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu masyarakat atau kelompok orang tertentu atau gambaran tentang suatu gejala atau hubungan antara dua gejala atau lebih (Atherton dan Klemmack: 1982).
2.      Penelitian kepustakaan, yaitu Penelitian yang dilakukan melalui kepustakaan, mengumpulkan data-data dan keterangan melalui buku-buku dan bahan lainnya yang ada hubungannya dengan masalah-masalah yang diteliti.






BAB II
HAK ASASI MANUSIA (HAM)

1.      Pengertian dan Ciri Pokok Hakikat HAM
a.        Pengertian
Hak asasi manusia adalah hak-hak yang telah dipunya seseorang sejak ia besar dan merupakan pemberian dari Tuhan. Dasar-dasar HAM tertuang dalam deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat (Declaration of Independence of USA) dan tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia, seperti pada pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal 29 ayat 2, pasal 30 ayat 1, dan pasal 31 ayat 1.[[1]]
·         HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia, sesuai dengan kodratnya .[[2]]
·         John Locke menyatakan bahwa HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati. (Mansyur Effendi, 1994).
·         Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”

b.         Ciri Pokok Hakikat HAM
Berdasarkan beberapa rumusan HAM di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang beberapa ciri pokok hakikat HAM yaitu:
·         HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun diwarisi. HAM adalah bagian dari manusia secara otomatis.
·         HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik atau asal-usul sosial dan bangsa.
·          HAM tidak bisa dilanggar. Tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM walaupun sebuah Negara membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggar HAM (Mansyur Fakih, 2003). [[3]]
2.      Perkembangan Pemikiran HAM
·         Dibagi dalam 4 generasi, yaitu :
o    Generasi pertama berpendapat bahwa pemikiran HAM hanya berpusat pada bidang hukum dan politik. Fokus pemikiran HAM generasi pertama pada bidang hukum dan politik disebabkan oleh dampak dan situasi perang dunia II, totaliterisme dan adanya keinginan Negara-negara yang baru merdeka untuk menciptakan sesuatu tertib hukum yang baru.
o    Generasi kedua pemikiran HAM tidak saja menuntut hak yuridis melainkan juga hak-hak sosial, ekonomi, politik dan budaya. Jadi pemikiran HAM generasi kedua menunjukan perluasan pengertian konsep dan cakupan hak asasi manusia. Pada masa generasi kedua, hak yuridis kurang mendapat penekanan sehingga terjadi ketidakseimbangan dengan hak sosial-budaya, hak ekonomi dan hak politik.
o    Generasi ketiga sebagai reaksi pemikiran HAM generasi kedua. Generasi ketiga menjanjikan adanya kesatuan antara hak ekonomi, sosial, budaya, politik dan hukum dalam suatu keranjang yang disebut dengan hak-hak melaksanakan pembangunan. Dalam pelaksanaannya hasil pemikiran HAM generasi ketiga juga mengalami ketidakseimbangan dimana terjadi penekanan terhadap hak ekonomi dalam arti pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama, sedangkan hak lainnya terabaikan sehingga menimbulkan banyak korban, karena banyak hak-hak rakyat lainnya yang dilanggar.
o    Generasi keempat yang mengkritik peranan negara yang sangat dominant dalam proses pembangunan yang terfokus pada pembangunan ekonomi dan menimbulkan dampak negative seperti diabaikannya aspek kesejahteraan rakyat. Selain itu program pembangunan yang dijalankan tidak berdasarkan kebutuhan rakyat secara keseluruhan melainkan memenuhi kebutuhan sekelompok elit. Pemikiran HAM generasi keempat dipelopori oleh Negara-negara di kawasan Asia yang pada tahun 1983 melahirkan deklarasi hak asasi manusia yang disebut Declaration of the basic Duties of Asia People and Government [[4]]
a.       Perkembangan pemikiran HAM dunia bermula dari:
1.      Magna Charta
Pada umumnya para pakar di Eropa berpendapat bahwa lahirnya HAM di kawasan Eropa dimulai dengan lahirnya magna Charta yang antara lain memuat pandangan bahwa raja yang tadinya memiliki kekuasaan absolute (raja yang menciptakan hukum, tetapi ia sendiri tidak terikat dengan hukum yang dibuatnya), menjadi dibatasi kekuasaannya dan mulai dapat diminta pertanggung jawabannya dimuka hukum(Mansyur Effendi,1994).
2.      The American declaration
Perkembangan HAM selanjutnya ditandai dengan munculnya The American Declaration of Independence yang lahir dari paham Rousseau dan Montesquuieu. Mulailah dipertegas bahwa manusia adalah merdeka sejak di dalam perut ibunya, sehingga tidaklah logis bila sesudah lahir ia harus dibelenggu.
3.      The French declaration
Pada tahun 1789 lahirlah The French Declaration (Deklarasi Perancis), dimana ketentuan tentang hak lebih dirinci lagi sebagaimana dimuat dalam The Rule of Law yang antara lain berbunyi tidak boleh ada penangkapan tanpa alasan yang sah. Dalam kaitan itu berlaku prinsip presumption of innocent, artinya orang-orang yang ditangkap, kemudian ditahan dan dituduh, berhak dinyatakan tidak bersalah, sampai ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan ia bersalah.
4.      The four freedom
Ada empat hak kebebasan berbicara dan menyatakan pendapat, hak kebebasan memeluk agama dan beribadah sesuai dengan ajaran agama yang diperlukannya, hak kebebasan dari kemiskinan dalam Pengertian setiap bangsa berusaha mencapai tingkat kehidupan yang damai dan sejahtera bagi penduduknya, hak kebebasan dari ketakutan, yang meliputi usaha, pengurangan persenjataan, sehingga tidak satupun bangsa berada dalam posisi berkeinginan untuk melakukan serangan terhadap Negara lain ( Mansyur Effendi,1994).[[5]]
b.       Perkembangan pemikiran HAM di Indonesia:
o    Pemikiran HAM periode sebelum kemerdekaan yang paling menonjol pada Indische Partij adalah hak untuk mendapatkan kemerdekaan serta mendapatkan perlakukan yang sama hak kemerdekaan.
o    Sejak kemerdekaan tahun 1945 sampai sekarang di Indonesia telah berlaku 3 UUD dalam 4 periode, yaitu:
1.      Periode 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949, berlaku UUD 1945
2.      Periode 27 Desember 1949 sampai 17 Agustus 1950, berlaku konstitusi Republik Indonesia Serikat
3.      Periode 17 Agustus sampai 5 Juli 1959, berlaku UUD 1950
4.        Periode 5 Juli 1959 sampai sekarang, berlaku Kembali UUD 1945 [[6]]
3.      HAM dalam Tinjauan Islam
Adanya ajaran tentang HAM dalam Islam menunjukan bahwa Islam sebagai agama telah menempatkan manusia sebagai makhluk terhormat dan mulia. Oleh karena itu, perlindungan dan penghormatan terhadap manusia merupakan tuntutan ajaran itu sendiri yang wajib dilaksanakan oleh umatnya terhadap sesama manusia tanpa terkecuali. Hak-hak yang diberikan Allah itu bersifat permanent, kekal dan abadi, tidak boleh dirubah atau dimodifikasi [[7]]. Dalam Islam terdapat dua konsep tentang hak, yakni hak manusia (hak al insan) dan hak Allah. Setiap hak itu saling melandasi satu sama lain. Hak Allah melandasi manusia dan juga sebaliknya. Dalam aplikasinya, tidak ada satupun hak yang terlepas dari kedua hak tersebut, misalnya sholat. Sementara dalam hal al insan seperti hak kepemilikan, setiap manusia berhak untuk mengelola harta yang dimilikinya.
Konsep islam mengenai kehidupan manusia didasarkan pada pendekatan teosentris (theocentries) atau yang menempatkan Allah melalui ketentuan syariatnya sebagai tolak ukur tentang baik buruk tatanan kehidupan manusia baik sebagai pribadi maupun sebagai warga masyarakjat atau warga bangsa. Dengan demikian konsep Islam tentang HAM berpijak pada ajaran tauhid. Konsep tauhid mengandung ide persamaan dan persaudaraan manusia. Konsep tauhid juga mencakup ide persamaan dan persatuan semua makhluk yang oleh Harun Nasution dan Bahtiar Effendi disebut dengan ide perikemakhlukan. Islam datang secara inheren membawa ajaran tentang HAM, ajaran islam tentang HAM dapat dijumpai dalam sumber utama ajaran islam yaitu al-Qur’an dan al-Hadits yang merupakan sumber ajaran normative, juga terdapat praktek kehidupan umat islam.
Dilihat dari tingkatannya, ada 3 bentuk HAM dalam Islam, pertama, Hak Darury (hak dasar). Sesuatu dianggap hak dasar apabila hak tersebut dilanggar, bukan hanya membuat manusia sengsara, tetapi juga eksistensinya bahkan hilang harkat kemanusiaannya. Sebagai misal, bila hak hidup dilanggar maka berarti orang itu mati. Kedua, hak sekunder (hajy) yakni hak-hak yang bila tidak dipenuhi akan berakibat hilangnya hak-hak elementer misalnya, hak seseorang untuk memperoleh sandang pangan yang layak maka akan mengakibatkan hilangnya hak hidup. Ketiga hak tersier (tahsiny) yakni hak yang tingkatannya lebih rendah dari hak primer dan sekunder [[8]] .
Mengenai HAM yang berkaitan dengan hak-hak warga Negara, Al Maududi menjelaskan bahwa dalam Islam hak asasi pertama dan utama warga negara adalah:
1.      Melindungi nyawa, harta dan martabat mereka bersama-sama dengan jaminan bahwa hak ini tidak kami dicampuri, kecuali dengan alasan-alasan yang sah dan ilegal.
2.      Perlindungan atas kebebasan pribadi. Kebebasan pribadi tidak bisa dilanggar kecuali setelah melalui proses pembuktian yang meyakinkan secara hukum dan memberikan kesempatan kepada tertuduh untuk mengajukan pembelaan
3.      Kemerdekaan mengemukakan pendapat serta menganut keyakinan masing-masing
4.      Jaminan pemenuhan kebutuhan pokok bagi semua warga negara tanpa membedakan kasta atau keyakinan. Salah satu kewajiban zakat kepada umat Islam, salah satunya untuk memenuhi kebutuhan pokok warga negara.[[9]]
4.   HAM dalam Perundang-Undangan Nasional
Dalam perundang-undangan RI paling tidak terdapat bentuk hukum tertulis yang memuat aturan tentang HAM. Pertama, dalam konstitusi (UUD Negara). Kedua, dalam ketetapan MPR (TAP MPR). Ketiga, dalam Undang-undang. Keempat, dalam peraturan pelaksanaan perundang-undangan seperti peraturan pemerintah, keputusan presiden dan peraturan pelaksanaan lainnya.
Kelebihan pengaturan HAM dalam konstitusi memberikan jaminan yang sangat kuat karena perubahan dan atau penghapusan satu pasal dalam konstitusi seperti dalam ketatanegaraan di Indonesia mengalami proses yang sangat berat dan panjang, antara lain melalui amandemen dan referendum, sedangkan kelemahannya karena yang diatur dalam konstitusi hanya memuat aturan yang masih global seperti ketentuan tentang HAM dalam konstitusi RI yang masih bersifat global. Sementara itu bila pengaturan HAM dalam bentuk Undang-undang dan peraturan pelaksanaannya kelemahannya, pada kemungkinan seringnya mengalami perubahan.[[10]]
5.         Pelanggaran HAM dan pengadilan HAM
Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja ataupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut HAM seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan tidak didapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang berlaku (UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM). Sedangkan bentuk pelanggaran HAM ringan selain dari kedua bentuk pelanggaran HAM berat itu.
Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis dan kelompok agama. Kejahatan genosida dilakukan dengan cara membunuh anggota kelompok, mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok, menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya, memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok, dan memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain (UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM).
Sementara itu kejahatan kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut tujukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa, perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional, penyiksaan, perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara, penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional, penghilangan orang secara paksa, dan kejahatan apartheid.
Pelanggaran terhadap HAM dapat dilakukan oleh baik aparatur negara maupun bukan aparatur negara (UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM). Karena itu penindakan terhadap pelanggaran HAM tidak boleh hanya ditujukan terhadap aparatur negara, tetapi juga pelanggaran yang dilakukan bukan oleh aparatur negara. Penindakan terhadap pelanggaran HAM mulai dari penyelidikan, penuntutan, dan persidangan terhadap pelanggaran yang terjadi harus bersifat non-diskriminatif dan berkeadilan. Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan pengadilan umum.[[11]]
6.         Penaggung jawab dalam penegakan, pemajuan, perlindungan dan pemenuhan HAM.
Tanggung jawab pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM tidak saja dibebankan kepada negara, melainkan juga kepada individu warga negara. Artinya negara dan individu sama-sama memiliki tanggung jawab terhadap pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM. Karena itu, pelanggaran HAM sebenarnya tidak saja dilakukan oleh negara kepada rakyatnya, melainkan juga oleh rakyat kepada rakyat yang disebut dengan pelanggaran HAM secara horizontal.[[12]]
7.      Kelembagaan HAM
Dalam upaya pemberian perlindunmgan terhadap hak asasi manusia, disamping diperlukan instrument hukum, baik instrument hukum internasional maupun instrument hukum nasional (berupa peraturan perundang-undangan), juga diperlukan instrument yang bersifat kelembagaan, oleh karena itu dibentuk lembaga-lembaga sebagai berikut :
a.  Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
            Melalui Keppres Tahun 1993, telah dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM). Tujuannya adalah untuk :
a .   Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan HAM sesuai    dengan Pancasila, UUD 1945 dan Piagam PBB serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
b.  Meningkatkan Perlindungan dan Penegakan HAM guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuannya dalam berpartisipasi di berbagai bidang kehidupan
Untuk mencapai tujuan tersebut diatas, KOMNAS HAM melaksanakan beberapa fungsi :
a.Pengkajian
b.Penelitian
c.Penyuluhan
d.Pemantauan
e.Mediasi tentang HAM
b.  Pengadilan Hak Asasi Manusia          
     Menurut ketentuan UU No. 26 Tahun 2000, Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan peradilan umum dan berkedudukan di daerah kabupaten atau kota, jadi pengadilan HAM bukanlah merupakan system peradilan yang berdiri sendiri, tetapi merupakan bagian dari peradilan umum atau merupakan bagian dari peradilan negeri. Pengadilan HAM bertugas dan berwenang memeriksa dan memutuskan perkara pelanggaran HAM yang berat meliputi :
a. Kejahatan Genocida, yaitu setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama dengan cara membunuh anggota kelompok. Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota – anggota kelompok. Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagian. Memaksakan tindakan – tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok. Memindahkan secara paksa anak – anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain (Pasal 8 UU No. 26 Tahun 2000)
b. Kejahatan terhadap kemanusiaan, yaitu salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas dan sistemik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa : Pembunuhan, Pemusnahan, Perbudakan, Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa, Perampasan kemerdekaan, Penyiksaan, Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk – bentuk kekerasan lain yang setara, Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin, atau alas an lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hokum internasional, Penghilangan orang secara paksa, Kejahatan apartheid (Pasal 9 UU No. 26 Tahun 2000)[[13]]
Kejahatan terhadap kemanusiaan dapat dikatakan sebagai pelanggaran HAM yang berat bila memenuhi unsure sebagai berikut :
a.Adanya serangan yang luas atau sistematis.
b.Diketahui bahwa serangan itu ditujukan secara langsung kepada    penduduk sipil.
c.Serangan itu sebagai kelanjutan kebijakan yang berhubungan dengan organisasi.
Pengadilan HAM menurut ketentuan UU No. 26 Tahun 2000 disamping berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran HAM yang berat yang terjadi di teritorial wilayah NKRI, juga berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran HAM yang berat yang dilakukan oleh Warga Negara Indonesia di luar teritorial wilayah RI. Tujuan dimuatnya ketentuan ini adalah untuk melindungi WNI yang melakukan pelanggaran HAM yang berat di luar negeri, karena dengan ketentuan ini mereka dapat diadili dan di hukum berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia. Selanjutnya Pasal 6 UU No. 26 Tahun 2000 memberikan pengecualian berkenaan wewenang Pengadilan HAM bahwa Pengadilan HAM tidak berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran HAM yang berat yang dilakukan oleh seseorang yang berumur di bawah 18 tahun pada saat kejahatan dilakukan.
c.  Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc
UU No 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia tidak menganut asas retroaktif, maka pengadilan HAM tidak berwenang memeriksa dan memutus perkara-perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang terjadi sebelum undang-undang ini di undangkan. Pada masa orde baru banyak terjadi pelanggaran HAM yang berat, seperti tragedi tanjung priok, tragedi talang sari, tragedi timika, tragedi aceh, serta yang terjadi di era reformasi seperti tragedi Ambon, tragedi Sampit, tragedi Poso dan kasus Timor Timur. Untuk mengatasi hal tersebut UU No. 26 Tahun 2000 melalui pasal 43 menghendaki dibentuknya Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc yang diberi wewenang untuk memeriksa dan memutus perkara pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat yang terjadi sebelum di undangkannya UU No. 26 Tahun 2000. Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc ini berada di lingkungan Peradilan Umum yang dibentuk atas usul DPR berdasarkan peristiwa pelanggaran HAM yang berat tertentu dan diangkat dengan Keputusan Presiden. Hukum Acara yang berlaku di Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc sama dengan Hukum Acara yang berlaku di Pengadilan Hak Asasi Manusia.
d.  Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi
Untuk mempercepat proses menentukan kebenaran dan mewujudkan Rekonsiliasi Nasional UU No. 26 Tahun 2000 memberikan alternative penyelesaian perkara pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat dilakukan diluar Pengadilan Hak Asasi Manusia. Berdasarkan Pasal 47 penyelesaian perkara pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat dapat dilakukan oleh suatu komisi yaitu Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Komisi ini dibentuk dengan suatu undang – undang. Penyelesaian perkara pelanggaran HAM yang berat melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi mendatangkan banyak manfaat antara lain proses penyelidikan, penuntutan dan penyidangan tidak berlarut – larut dan dapat memelihara persatuan dan kesatuan bangsa. Oleh karena itu anggota Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi tersebut harus terdiri dari orang – orang yang betul mempunyai integritas moral yang tinggi, mempunyai pengetahuan dan kepedulian terhadap hak asasi manusia dan bebas dari keterkaitan masa lalu.[[14]]


8.      Contoh Kasus Pelanggaran HAM
Pada tulisan ini kami mengambil contoh mengenai kasus mengenai pelanggaran ham di bidang perekonomian yaitu
Semburan lumpur panas lapindo yang mengakibatkan terenggutnya harta benda penduduk Sidoarjo, Jawa Timur, merupakan salah satu kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia. Tiadanya keseriusan dari aparat terkait, mengakibatkan kasus ini terombang-ambing sampai saat ini. KOMNAS HAM kemudian mengambil kebijakan untuk memecahkan masalah Lumpur Lapindo karena setidaknya ada limabelas (15) hak yang terlanggar yaitu hak hidup, hak atas rasa aman, hak atas informasi, hak pengembangan diri, hak atas perumahan, hak atas pangan, hak atas kesehatan, hak atas pekerjaan, hak pekerja, hak atas pendidikan, hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan, hak atas kesejahteraan, hak atas jaminan sosial, hak-hak pengungsi, hak-hak kelompok rentan."Komnas HAM mendesak Presiden untuk segera memulihkan hak-hak korban semburan lumpur panas dengan bertindak tegas serta mendesak PT Lapindo Brantas Inc untuk segera menerapkan ganti rugi dengan skema 20% dan 80% sesuai dengan skema Pepres No.14/2007 dan tidak memunculkan alternatif skema lainnya", demikian diungkapkan Syafruddin Ngulma Simeulue.
Fakta yang ditemukan oleh tim investigasi di lapangan juga semakin menguatkan adanya dugaan pelanggaran HAM berat dengan adanya ribuan penduduk yang terpaksa eksodus dari akar lingkungan sosial budayanya .[[15]


BAB III
PENUTUP

1.      Kesimpulan
HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan kiprahnya. Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu hal yang perlu kita ingat bahwa Jangan pernah melanggar atau menindas HAM orang lain.
HAM setiap individu dibatasi oleh HAM orang lain. Dalam Islam, Islam sudah lebih dulu memperhatikan HAM. Ajaran Islam tentang Islam dapat dijumpai dalam sumber utama ajaran Islam itu yaitu Al-Qur’an dan Hadits yang merupakan sumber ajaran normatif, juga terdapat dalam praktik kehidupan umat Islam.
Dalam kehidupan bernegara HAM diatur dan dilindungi oleh perundang-undangan RI, dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh seseorang, kelompok atau suatu instansi atau bahkan suatu Negara akan diadili dalam pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM menempuh proses pengadilan melalui hukum acara peradilan HAM sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang pengadilan HAM.
2.      Saran-saran
    Sebagai makhluk sosial, jangan sampai kita melanggar HAM milik oleh orang lain, sekecil apapun tindakan kita itu. Saling menghormati antara manusia itu adalah perbuatan kecil namun paling efektif untuk menjaga HAM. Oleh karena itu, marilah sedari sekarang kita memupuk sikap menghormati hak-hak yang dimiliki orang lain. Sikap demikian akan mewujudkan suatu tatanan keutuhan berbangsa dan bernegara yang demokratis.
DAFTAR PUSTAKA



Masu’di, Masdar F., “HAM dalam Islam,” dalam Suparman Marzuki dan Sabirin Mallan, Pendidikan Kewarganegaraan dan HAM. 2002. Yogyakarta: Uli Press.
Nasution, Harun, dan Bakhtiar Effendy. 1987. Hak Asasi Manusia dalam Islam. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Davidson, Scott. Hak Asasi Manusia. 1994. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
 Azra Azumardi,Demokrasi,hak asasi manusia, dan masyarakat madani,(JakartaL:Prenada media    group,2000
Hidayat,komarudin, Demokrasi,hak asasi manusia, dan masyarakat madani,(JakartaL:Prenada media group,2008
Kaelan,Pendidikan pancasila, (Yogyakarta : Paradigma,2002).
http://www.komnasham.go.id/portal/id/content/kasus-lumpur-lapindo-mengarah-pada-dugaan-pelanggaran-ham-berat


[2]   Kaelan,Pendidikan pancasila, (Yogyakarta : Paradigma,2002).
[3] Azra Azumardi,Demokrasi,hak asasi manusia, dan masyarakat madani,(JakartaL:Prenada media    group,2000) hal. 201.
[4] Ibid, hal. 204.
[5] Ibid, hal. 203.
[6] Ibid, hal. 207.
[7] A’la maudud, Hak-hak manusia dalam islam, (Jakarta: Yapi, 1998).
[8] Hidayat,komarudin, Demokrasi,hak asasi manusia, dan masyarakat madani,(JakartaL:Prenada media group,2008), hal. 135.
[9] A’la maudud, Hak-hak manusia dalam islam, (Jakarta: Yapi, 1998).
[10] Azra Azumardi,Demokrasi,hak asasi manusia, dan masyarakat madani,(JakartaL:Prenada media    group,2000) hal. 221.
[11] Ibid, hal. 227-230.
[12] Ibid, hal 230-232.
[15] http://www.komnasham.go.id/portal/id/content/kasus-lumpur-lapindo-mengarah-pada-dugaan-pelanggaran-ham-berat )

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda